Liputan45 Com Tangerang,Menteri Ketenagakerjaan RI mengeluarkan surat Kebijakan Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 yang ditujukan kepada Gubernur di seluruh Indonesia, tertanggal 20 November 2024. Aksi Menteri Tenaga Kerja RI ini, melalui tangan Dirjen PHI, terkesan sebagai seruan kepada para Gubernur se-Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan politik daripada kesejahteraan rakyat.
Menurut Rustam Effendi SH.MH,Ketua DPC KSPSI Kabupaten Tangerang (MJH), penundaan penetapan UMP dan UMK ini bukanlah semata-mata karena alasan menjalankan putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023. Keputusan ini, yang berbarengan dengan Pilkada Serentak, terlalu terburu-buru dan sarat kepentingan politik. Surat Menteri Tenaga Kerja RI, menurut Rustam, bukan hanya penuh muatan politik, tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian yang nyata terhadap nasib buruh. Pemerintah, melalui Menteri Tenaga Kerja, dengan sengaja mengulur waktu agar Dewan Pengupahan Provinsi menunda pembahasan UMP. Tujuannya jelas: menghindari aksi massa buruh yang berpotensi mengganggu jalannya Pilkada Serentak.
Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi sebuah pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Menteri Tenaga Kerja, yang seharusnya menjadi pelindung buruh, justru terlihat lebih mementingkan kekuasaan dan kepentingan politik jangka pendek. Sikap ini menunjukkan betapa lemahnya komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan buruh dan betapa mudahnya kepentingan politik mengalahkan suara rakyat. Keputusan ini semakin memperkuat dugaan keterlibatan oligarki yang memanfaatkan momen politik untuk mengabaikan hak-hak buruh. Oligarki, yang terus menerus mengancam kaum buruh, adalah penyebab utama memburuknya kondisi ekonomi, sosial, dan hukum di Indonesia. Mereka mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok, tanpa memperdulikan penderitaan rakyat. Menteri Tenaga Kerja, dengan tindakannya ini, telah menjadi bagian dari sistem yang menindas dan mengabaikan suara rakyat. Perlu tekanan yang lebih kuat dari rakyat untuk melawan oligarki dan menuntut keadilan bagi kaum buruh.( Kdx